welcome to my blog

jangan bosen untuk kembali lagi dan berilah komentar :D

MY BLOG

YOU'RE WELCOME

home

Rabu, 23 Juni 2010

TUHAN SELAMATKAN AKU

Dicermin itu aku masih diam membisu. Aku berdiri dengan tangan menyangga tubuh dipinggiran wastafel. Aku menutup saluran keluarnya air. Aku biarkan air mengalir dari kran dan memenuhi wastafel hingga tunpah ke lantai. Kepalaku tertunduk mengamati wastafel yang terisi penuh dengan air. Tanganku bermain-main dengan air jernih dan bening itu. Air itu terasa dingin dan sejuk, tetapi sejuknya tidak dapat menyejukkan hatiku yang sedang galau dan kacau. Spontan aku memukul-mukul air itu dengan kedua tanganku yang kecil hanya kulit membalut tulang. Aku terus memukulnya tak berhenti menjerit. Menjerit keras hingga suaraku memenuhi ruangan. Lama-kelamaan aku berhenti memukulnya. Suaraku serak. Tenggorokanku sakit.

Aku tertunduk di lantai yang dingin. Tubuhku gemetaran, pikiranku kacau, jantungku berdegup kencang. Napasku tak beraturan. Pandangan ku kosong. Aku mulai bangkit, dan berdiri di depan cermin itu lagi. Kulihat garis-garis kepenatan disamping kedua mataku. Entah berapa banyak air mata yang keluar dari mataku. Mataku merah dan sembab. Rambut panjangku acak-acakan. Gaun indah buatan designer terkenal terlihat kotor, usang, dan sobek. Aku menyeka goresan make up di wajahku dengan air. Lipstik merah di bibirku mulai luntur ke kedua pipiku. Kini aku sempurna menjadi badut perempuan yang merana.

Irvan….. kenapa kamu tega meninggalkanku!!! Jerit batinku penuh amarah. Aku menjambak rambutku lalu aku berteriak. Melampiaskan kekesalanku. Kupukul-pukul lagiair dalam wastafel itu sambil terisak tangis. Air menciprat kemana-mana. Napasku terenggah-enggah, jantungku berdegup kencang. Kembali kulihat wajahku dicermin itu. Jelek….kotor…. sedetik kemudian cermin di depanku pecah. Tanganku berlumuran darah. Darah terus menggalir dan membanjiri wastafel. TernyataUrat nadi pergelangan tanganku putus.

Aku terjatuh di lantai. Lantai yang begitu dingin. Darah terus mengalir dan membanjiri lantai. Gaun putihku yang indah pun penuh darah.

"Fina…..Buka pintunya!!" teriak kak Fifi, kakak iparku sambil mengedor-gedor pintu.

"Fina….. buka pintunya!!"kak Fifi mengulangi kata-katanya."Fina……..!!!" kak Fredy , kakak kandungku ikut berteriak.

"Gimana mas? Dobrak saja pintunya. Aku takut terjadi apa-apa sama Fina," seru kak Fifi.

"Ya kamu minggir dulu ,"perintah kak Fredy sambil mengambil jarak. Dalam hitungan 1,2,3 kak Fredy berlari dan berhasil mendobrak pintu. Setelah pintu terbuka udara lembab dan panas menyambut mereka berdua. Bau anyir yang menyengat berhasil masuk ke lubang hidung mereka. Kak Fifi dan kak Fredy menemukannya tergeletak dilantai penuh darah.

"Fina…..kamu kenapa?" isak kak Fifi.

"Nafasnya masih ada. Cepat bawa ke rumah sakit," Seru kak Fredy sambil menggotong tubuhku.

Bunyi lampu ambulance menjadi perhatian orang- orang yang sibuk membersihkan rumahku yang tadinya tersulap menjadi taman yang indah dengan banyak bunga. Kereta dorong mengngkut tubuhku yang pucat ke dalam mobil kak Fifi dan kak Fredy ikut mengantarku ke rumah sakit. Mobil itu melaju kencang, menerobos lalu lintas yang padat. Sampai di UGD, aku dilarikan ke ruang ICU. Dokter dan perawat bergegas memasuki ruangan dan menutup pintu rapat-rapat. Hingga kak Fifi dan kak Fredy tidak dapat masuk. Sungguh hebat rumah sakit ini, dokter begitu sigap menangani pasien. Tidak seperti rumah sakit lain.Kak Fifi terisak di pelukan kak Fredy yang berkeringat dingin. Jantung mereka berdegup kencang. Mereka gelisah. Berkali-kali kak Fredy mondar-mandir melihat keadaan. Tapi, satu pun tak ada yang keluar dari ruangan. Tiba-tiba …… braaak, dua orang perawat laki-laki keluar dari ruangan dan berlari.

"Ambil persedian darah !!"perintah perawat perempuan di balik pintu. Kak Fredy yang saat itu baru saja terlelap tiba-tiba saja terbangun oleh teriakan perempuan itu. Dia langsung berlari mendekati perawat perempuan itu.

"Bagaimana keadaan adik saya? Saya ingin lihat adik saya," seru kak Fredy sambil memaksakan diri untuk masuk ruangan.

"Maaf, anda tidak boleh masuk. Dokter sedang berusaha menangani adik anda," cegah perawat itu sambil menutup pintu. Tapi gerakannya berhenti karena dua perawat laki-laki tadi berlari sambil membawa beberapa kantong darah dan mereka masuk ke dalam ruangan diikuti bunyi pintu yang dibanting keras. Kak Fredy mengeluh, kedua tangannya di letakkan dikedu kepalanya.

Di dalam ruangan, jiwaku antara hidup dan mati. Banyak darah yang keluar dari tubuhku. Tubuhku terlihat pucat dan dingin seperti mayat. Selang oksigen masuk dilubang hidungku. Infus menempel di tanganku. Darah mengalir dari selang masuk ke dalam tubuhku. Semua orang di dalam ruangan itu berkeringat dan sangat gelisah. Jantung mereka juga berdegup kencang. Salah seorang perawat mengamati monitor jantung disebelahku. Tiba-tiba ia berseru setengah berteriak.

"Dokter, detak jantungnya tidak stabil," suara itu tertahan. Dokter dan semua orang yang ada di ruangan itu ikut mengamati. Tiba-tiba………

Tiiiiiiiit……. Monitor itu bersuara panjang seperti sirine. Untuk beberapa detik mereka terkejut, lalu dengan cepat dokter mengambil alat pacu jantung dan meletakkannya di dadaku. Dalam hitungan 1, 2, 3 tubuhku terangkat lalu jatuh. Begitu seterusnya sampai beberapa kali. Doter terus saja mencoba tapi detak jantungnya tak muncul. Badannya terus berkeringat. Perawatdi sebelahnya menyeka keringat.

"Dokter, detak jantungnya sudah muncul," seru salah seorang perawat yang dari tadi mengamati monitor jantung,

"Alhamdulillah……" ucap doter itu lega. Semua orang dalam ruangan itu turut lega. Lama-lama jantungku mulai stabil. Dokterberjalan keluar ruangan mencoba menemukan keluargaku ditengah- tengah ramainya rumah sakit. Kak Fredy yang saat itu melamun langsung tersadar bahwa doter yang menanganiku sudah keluar. Ia langsung membangunkan kak Fifi yang terlelap di bahunya. Setengah sadar kak Fifi mengikuti kak Fredy berlari.

"Anda keluarga pasien di dalam?"tanya dokter itu lemah lembut.

"Iya betul. Bagaimana keadaan adik saya, dok?" tanya kak Fredy.

" Adik anda mengeluarkan banyak darah. Dan detak jantungnya sempat hilang," ucapannya terhenti. Ia menghela nafas. Dan menatap wajah kak Fredy dan kak Fifi mulai pucat. Lalu melanjutkannya.

"Alhamdullilah……. Setelah menggunakan pacu jantung detak jantungnnya kembali muncul. Tapi sekarang adik anda masih dalam keadaan koma," ucap dokter seraya pamit dari tempat. Tubuh kak Fredy dan kak Fifi. Sampai di ruang tempat aku di rawat kak Fifi langsung memeluk tubuhku yang terbaring tak berdaya di kasur empuk warna pink. Kak Fifi terisak. Kak Fredy mengelus dan membelai rambutku dengan penuh kasih. "Sudah-sudah … jangan menangis. Biarkan Fina beristirahat," ucap kak Fredy lembut sambil menarik tubuh kak Fifi dari tubuhku. Kak Fifi terus memandangku dan berkata" ini semua gara-gara laki-laki pilihannya. Yang selalu ia banggakan. Katanya baiklah, setia, perhatianlah ……….. cuuih!!! Ternyata sudah beristri dan beranak 3," ucap kak Fifi kesal.

Irvan ….. laki-laki tampan, baik dan pengertian pilihanku yang akan menjadi calon suamiku. Saat dia melamarku aku sangat bahagia. Sepertinya aku adalah wanita yang paling beruntung karena dapat manjadi istrinya. Segala macam tetek bengek pernikahan, kusiapkan. Aku sangat sibuk manyiapkan sampai tak kenal waktu. Akupun lupa akan kesehatanku. Akujarang makan, tubuhku mulai kurus. Tapi bagiku itu tak masalah yang penting acara pernikahanku bisa meriah.

Akupun harus menelan kekecewaan besar karena Irvan tidak datang. Yang datang hanya sepucuk surat yang isinya permintaan maaf. Dan keterusterangannya akan kebohongan selama ini. Ternyata dia sudah beristri dan beranak tiga. Harapanku yang ku bangun setinggi langit tiba-tiba runtuh. Aku sangat terkejut, hatiku bergemuruh hebat. Dan…….akhirnya peristiwa itu terjadi.

Sampai saat ini aku masih belum sadar. Kak Fredy terus menjagaku sedang kak Fifi mengurus keponakan kecilku, Deva. Sedetikpun kak Fredy tak meninggalkanku. Dalam ketidaksadaranku aku terus bergulat dengan maut. Setiap malam aku terus mimpi buruk. Tidurku selalu gelisah tapi mataku tak bisa terbuka. Aku tak ingin meninggalkan mereka, keluargaku tercinta. Aku masih ingin hidup menghirup udara bumi walaupun sudah tercemar. Dalam tidurku aku selalu berkata" Tuhan, selamatkan aku dari maut ini. Biarkan aku hidup."

Setelah semiggu koma akhirnya aku terbangun. Aku masih ingat peristiwa pagi itu yang membuatku koma. Aku pun sadar bahwa tindakanku waktu itu sangat bodoh. Aku mulai menyusun lembaran baru. Aku tak ingin menjadi Fina yang dulu. Aku akan melanjutkan kuliahku yang dulu terhenti dan akan terus hidup walaupun tanpa Irvan. Aku masih punya kak Fredy, kak Fifi, keponakan kecilku Deva dan keluarga besarku. Mereka sangat menyayangiku begitu juga denganku. Mulai saatini aku bukanlah Fina yang dulu, kini aku adalah Fina yang baru. Terima kasih tuhan…… karena-mu aku bisa hidup kembali dan menikmati indahnya matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar