welcome to my blog

jangan bosen untuk kembali lagi dan berilah komentar :D

MY BLOG

YOU'RE WELCOME

home

Minggu, 08 Mei 2011

CINTA PRODUK DALAM NEGERI

TUGAS B. INDONESIA
Nama : Nidatul khasanah
Kelas : X4
KARANGAN PERSUASI

CINTA PRODUK DALAM NEGERI

Bangsa ini tidak akan pernah maju, kalau generasinya tidak mau peduli. Bangsa ini tidak akan besar kalau generasinya tidak punya kreativitas, dan bangsa ini tidak akan berkembang kalau generasinya masih ketergantungan dengan produk luar negeri.
Imbauan seperti itu sudah sering kita dengar dan sering didengungkan. sayangnya genarasi muda masih belum menanggapinya dengan serius.
Kini saatnya kita harus merubah sikap, merubah pandangan dan merupa pola pikir. Bagaimana kita harus menjadi negara yang maju, seperti yang juga sudah dialami oleh bangsa-bangsa lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Jangan lagi kita ketergantungan dengan kedelai luar negeri, beras Thailand atau Vietnam, serta berbagai peralatan elektronik dari Amerika, jepang, maupun Korea.
Saat ini Indonesia tengah dibanjiri merek-merek dagang luar negeri. Masyarakat Indonesia sebaiknya tidak perlu terikat oleh merek-merek dagang luar negeri. Soal pakaian, misalnya. Untuk celana jeans merek Levis, Indonesia harus membayar penggunaan mereknya di sini. Padahal celana itu dibuat di dalam negeri. Produksi dan bahannya juga dari dalam negeri. Jadi jangan tergantung merek dagang luar negeri. Kita juga bisa membuat merek dagang sendiri. Bahkan barang luar negeri juga berasal dari Indonesia. Lebih parah lagi, tidak sedikit produk luar negeri, misalnya kosmetik, malah merusak wajah. Termasuk sejumlah makanan juga mengandung zat berbahaya yang merugikan kesehatan., tidak sulit untuk membedakan mana produk dalam dan luar, khususnya pada makanan. Itu dapat dilihat pada kemasan produknya yang menerangkan tulisan MD (makanan dalam negeri, red) atau ML (makanan luar negeri, red)
Saatnya kita bangkit. Itulah cita-cita genarasi muda ketika meneriakan reformasi. Usia reformasi sudah berjalan 10 tahun, namun kita belum beranjak dari persoalan ekonomi. Persoalannya adalah, karena kita kalah bersaing dan kita sendiri masih mencintai produk luar negeri. Untuk itu, mari kita mulai mencintai produk dalam negeri.
Tidaklah dapat dipungkiri, sejumlah merek terkenal luar negeri telah masuk ke Indonesia. Ditambah lagi akan ditetapkan AFTA, pasar bebas internasional. Barang luar dapat dengan mudah kita dapatkan, meski harganya mungkin relatif tinggi.
Tak dimungkuri pula memakai barang-barang luar bisa jadi hanya sebatas gengsi dan biar dikatakan keren, meski belum dapat dipastikan barang yang dipakai punya kualitas yang bagus dan terjamin mutunya. Bagaimana dengan barang produksi dalam negeri? sebagai orang Indonesia tentunya kita harus mencintai produksi dalam negeri. Siapa lagi yang akan mencintai produk dalam negeri kalau bukan kita bangsa Indonesia.
dengan mencintai produk dalam negeri kita telah ikut memajukan perekonomian sekaligus membangun negara kita. Dikaitkan dengan kualitas, kualitas ”made in Indonesia” tidak kalah dengan ”made in luar negeri”. ”Karena itu ngapain harus repot membeli produksi luar negeri,”. Ada banyak produksi dalam negeri yang tidak kalah dengan produk luar, meski tidak dimungkuri produk dalam negeri itu kalah tenar dengan barang luar. sejumlah kosmetik buatan dalam negeri tidak kalah mutu dan kualitasnya. Kesadaran masyarakat mencintai produk sendiri di akui perlu ditumbuhkan. Karena itu perlu disosialisasikan rasa cinta pada produksi dalam negeri.
Masalah daya saing produk kita ditentukan oleh ongkos produksi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi ekonomi biaya tinggi itu sangat banyak dan semua cenderung menjadikan semakin mahal. Ingat, kita akan semakin terseok-seok dalam pasar bebas kalau masalah ekonomi biaya tinggi tak bisa diselesaikan secara tuntas.Mulai dari perizinan, biaya listrik, tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain semua serbamahal. Apalagi kalau harus meminjam uang dari bank, bunga kredit di Indonesia tergolong paling tinggi dibanding negara mana pun kendati suku bunga acuan BI Rate cukup rendah 6,5%. Secara ekonomis dan rasional, tidak ada jalan untuk meningkatkan daya saing produk kita harus melalui efisiensi di segala bidang.
Selain faktor harga sangat berpengaruh dan sensitif. Masalah lainnya soal kualitas, pelayanan, desain dan jalur distribusi produk, tampaknya belum terintegrasi dengan baik. Belum lagi masalah transportasi di jalan umum menuju pelabuhan yang seringkali macet dan tidak ada pengaturan lalu lintas yang terpadu, ini akan menghambat laju perjalanan dari sentra produksi ke pelabuhan udara maupun laut.Di waktu lalu kita sering membanggakan faktor tenaga kerja yang murah sebagai keunggulan kompetitif di samping faktor sumber daya alam. Tapi sekarang lain lagi ceritanya. Upah buruh di China secara relatif jauh lebih murah dan produktivitasnya tinggi, sementara di Indonesia setiap tahun buruh berdemo menuntut kenaikan upah minimum provin-si/kota/kabupaten.
Ini menjadi tantangan pemerintah. Buat apa artinya jika pemerintah selalu mengendalikan laju inflasi ke tingkat rendah, namun di sisi lain tuntutan biaya hidup buruh semakin tinggi di tengah masih minimnya fasilitas umum untuk melayani masyarakat di sektor perumahan, kelistrikan, transportasi dan telekomunikasi.Kita sudah saatnya melakukan reorientasi budaya kerja bangsa yang belum sadar adanya perubahan iklim bisnis. Selain perlunya etos kerja yang tinggi, rakyat Indonesia mau tidak mau dari sekarang harus bangga dengan produk dalam negeri. Kenapa kultur bangsa lain bisa berubah menghadapi era perdagangan bebas, sementara tata tenang-tenang saja.
CAFTA (China-ASEAN Forum Trade Agreement) sebagai bagian dari program pasar bebas yang dimulai 2010 tak bisa dihindarkan lagi. Tidak ada altematif lain, kita harus menghadapinya sebagai tantangan. Tantangan untuk maju, tantangan untuk siap bersaing dengan negara mana pun termasuk China dan tantangan untuk menunjukkan kemandirian ekonomi kita.
Salah satu cara untuk mengantisipasinya, kita perlu terus menggelorakan semangat "aku cinta produk Indonesia". Kalau perlu dengan tekad bulat sehingga produk dalam negeri benar-benar lebih dinomorsatukanoleh masyarakat luas di seluruh pelosok Tanah Air.
Dengan terus-menerus mendorong masyarakat untuk tidak membeli barang-barang impor dan lebih diarahkan untuk menggunakan produk-produk buatan sendiri, dampaknya akan sangat menguntungkan. Barang-barang asing bisa saja menjadi tak laku di pasaran. Sebaliknya barang-barang made-in dalam negeri boleh jadi akan laris manis. Dampak lebih jauh, hal itu tentu akan bisa semakin mengembangkan kembali dunia usaha dan industri nasional kita.
Menghadapi CAFTA, yang terpenting, bagaimana kita mengantisipasinya. Kalau negara-negara lain yang selevel kita, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam saja menyatakan siap, Indonesia juga harus siap. Kalau perlu kita harus menunjukkan kesiapan yang lebih.
Bangsa Indonesia punya harga diri. Harus dihindari, jangan sampaigara-gara kita menolak CAFTA lantas level kita direndahkan dan dianggap sekelas Myanmar, Kamboja, dan Laos yang akan menerapkan pasar bebas mulai 2015. Ingat, ketika sebuah kesepakatan telah ditandatangani maka harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Jangan sampai kita disebut sebagai bangsa pecundang, bangsa yang mudah menyerah karena mundur dari kesepakatan pasar- bebas dengan alasan belum siap. Melaluiproses yang rumit mungkin bisa saja keinginan tersebut dipenuhi tapi jangan kaget kalau Indonesia nanti tak dianggap lagi dan tak diikutsertakan dalam forum-forum pergaulan internasional.
”Bagaimanapun generasi muda bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara,” Siapa lagi kalau bukan kita semua yang mencintai, mengangkat dan menghargai produk dalam negeri.
Mari bersama kita gunakan produk dalam negeri !!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar